Banyak calon pemimpin
masa depan yang unggul secara intelektual, namun belum sepenuhnya siap
menghadapi dinamika masyarakat. Kesadaran ini mendorong Kementerian Pendidikan
Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemdiktisaintek) memperkuat ekosistem
pengembangan kepemimpinan mahasiswa melalui kegiatan Future Leaders Camp (FLC)
2025.
Melalui FLC 2025
Regional IV yang diikuti oleh 60 mahasiswa yang menjadi pemimpin muda dari
daerah Jawa Timur, Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta, di Universitas
Negeri Surabaya (UNESA), Rabu (19/11), Kemdiktisaintek menghadirkan serangkaian
pembekalan, dialog kepemimpinan, dan refleksi kebangsaan yang dirancang untuk
memperkuat karakter dan integritas mahasiswa.
Dari Denpasar hingga
Malang, perjalanan salah satu peserta FLC Regional IV, bernama Anthony Tjandra
Santoso menunjukkan bahwa kepemimpinan di era baru tidak lagi hanya bertumpu
pada kemampuan mengarahkan, tetapi pada keberanian menggabungkan ilmu pengetahuan,
teknologi, dan empati demi akses pendidikan di Indonesia.
Anthony, mahasiswa
jurusan Sains Data, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA)
Universitas Brawijaya (UB), tumbuh dengan keyakinan bahwa data bukan hanya
angka, melainkan bahan bakar perubahan sosial.
Baginya, pemimpin
masa depan adalah mereka yang mampu menerjemahkan analisis ilmiah menjadi
inovasi, dan inovasi menjadi kebermanfaatan nyata.
“Kepemimpinan sejati
tidak diukur dari seberapa keras seseorang berbicara, tetapi dari seberapa
dalam ia memahami dan menumbuhkan orang lain,” ujarnya.
SmartAcademy: Dari
Ide menjadi Gerakan Edukasi Nasional
Langkah besar Anthony
dimulai pada 2024 ketika ia mendirikan SmartAcademy (@smartacademy.learn),
platform pendidikan digital yang memadukan neurosains, gamifikasi, dan
pendekatan humanis untuk mempermudah siswa mempelajari olimpiade matematika.
Sebagai Founder
& Chief Executive Officer (CEO), ia memimpin 15 anggota lintas divisi
dan melakukan kolaborasi dengan influencer pendidikan dari clash of
champions—menghadirkan pembelajaran interaktif yang tidak hanya mempermudah
akses pendidikan, tetapi juga menumbuhkan kepercayaan diri siswa.
Keberhasilan para
siswa bimbingannya, mulai dari lolos Ujian Tulis Berbasis Komputer (UTBK)
hingga meraih medali di Thailand International Mathematical Olympiad (TIMO) dan
American Math Olympiad (AMO), menjadi bukti nyata perubahan yang ia bangun.
SmartAcademy kemudian
menerima Pendanaan Hibah Wirausaha Mahasiswa FMIPA UB 2025, memperkuat
posisinya sebagai gerakan pendidikan yang inklusif.
Kepemimpinan Adaptif
di Kampus dan Lapangan
Selain pendidikan,
Anthony juga mengasah kepemimpinan melalui olahraga. Pada 2025, ia menjadi
Ketua Pelaksana Unit Aktivitas Bulutangkis (UABT) Cup, turnamen bulutangkis
terbesar di Universitas Brawijaya. Memimpin 72 panitia dan menghadapi berbagai
kendala teknis, ia belajar bahwa kepemimpinan bukan hanya tentang mengambil
keputusan, tetapi menjaga stabilitas emosi, negosiasi, dan keberlanjutan acara.
Di kampus, ia
berperan sebagai Asisten Dosen Pemrograman Dasar, menyusun enam materi
komprehensif bersama 5 rekan lainnya dan membimbing 29 mahasiswa. Pengalaman
lainnya hadir melalui kegiatan relawan. Revolusi Edukasi, tempat ia mengajar
matematika kepada 150 siswa dari berbagai daerah dengan pendekatan empati dan
gamifikasi.
Pada 2025, ia
terpilih sebagai Fully Funded Delegate International Youth Goals Forum
(Singapura–Malaysia–Thailand), memperluas jejaring profesionalnya di tingkat
ASEAN.
Data, Empati, dan
Kolaborasi
Dalam esainya,
Anthony menegaskan bahwa pemimpin modern harus memiliki tiga fondasi, yaitu
data untuk arah, empati untuk makna, dan kolaborasi untuk keberlanjutan.
Baginya, kepemimpinan
bukan hanya tentang kemampuan memimpin, tetapi menumbuhkan manusia lain agar
dapat memimpin dirinya sendiri.
Pengalaman FLC
menjadi titik balik penting bagi Anthony. Ia menyebut pertemuan lintas daerah
sebagai momen paling berkesan, dan sebuah kebanggaan bisa menjadi satu dari
puluhan mahasiswa pemimpin muda dari kawasan Jawa Timur, Jawa Tengah, dan
Daerah Istimewa Yogyakarta. Terkait kepemimpinan, Anthony menegaskan pentingnya
memahami sudut pandang tiap anggota tim.
Setelah kembali ke
kampus, ia berkomitmen menerapkan pengalaman ini dalam proyek dan
kolaborasi.
“Hal yang paling
penting adalah bagaimana kita 2P tadi, yaitu pendekatan dan positioning,”
ungkapnya sembari menunjuk buku catatan yang memuat bekal perjalanan
kepemimpinannya di masa depan.
FLC 2025, memantapkan
mimpi Antony. Ia ingin meningkatkan pendidikan Indonesia, termasuk gagasan
Smart Academy untuk menjangkau lebih dari 100 atau bahkan 100 ribu calon
generasi penerus bangsa.
Anthony menggambarkan
FLC dan perjalanannya, dalam satu kata. Bersyukur. Kisah Anthony merupakan
refleksi wajah Diktisaintek Berdampak, bagaimana ilmu pengetahuan diterjemahkan
menjadi inovasi, teknologi yang memihak kemanusiaan, dan kepemimpinan yang berakar
pada kolaborasi. Dengan dedikasi pada pendidikan dan pemberdayaan. Anthony
melangkah sebagai generasi muda yang visioner, adaptif, dan berorientasi
perubahan.
Melalui Indonesia FLC
2025, ia memilih untuk berjalan di jalur kepemimpinan yang menyalakan cahaya
agar lebih banyak generasi muda Indonesia berani melangkah bersama.
Humas
Kementerian
Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi
#DiktisaintekBerdampak
#Pentingsaintek
#Kampusberdampak
#Kampustransformatif
Penulis: Thuba Fahmi Ubaidillah
Editor: Thuba Fahmi Ubaidillah
