SEMARANG – Puluhan mahasiswa Universitas Islam Sultan Agung (UNISSULA) Semarang yang tergabung dalam Aliansi Mahasiswa UNISSULA Semarang menggelar aksi damai bertajuk “Semarang Masih Banyak PR” di depan Gedung Balaikota Semarang pada Selasa, 8 Juli 2025. Aksi ini menjadi ruang aspirasi mahasiswa untuk menyuarakan berbagai persoalan kota yang dinilai belum kunjung diselesaikan oleh pemerintah daerah.
Sekitar 25 mahasiswa hadir dalam aksi tersebut dengan membawa berbagai poster bertuliskan kritik dan seruan perubahan. Tidak seperti aksi massa yang cenderung bising, aksi ini berlangsung damai dengan format duduk bersama di halaman Balai Kota. Namun demikian, substansi tuntutan mereka tetap kuat dan tegas, mengangkat beragam isu klasik dan baru yang dianggap sebagai pekerjaan rumah (PR) serius bagi Pemerintah Kota Semarang.
Isu utama yang diangkat dalam aksi ini adalah banjir tahunan dan rob yang masih menjadi ancaman nyata bagi masyarakat Semarang. Sistem drainase yang buruk dan sungai yang tidak mampu menampung debit air dianggap menjadi penyebab utama bencana tersebut terus berulang. Selain itu, mahasiswa juga menyoroti lemahnya penanganan infrastruktur dan tata kelola ruang kota yang semakin semrawut.
“Setiap tahun Semarang masih tenggelam. Sungai-sungai tidak sanggup lagi menampung, dan air laut justru naik ke daratan. Ini bukan lagi masalah baru, tapi kenapa tidak ada solusi konkret sampai hari ini?” ujar salah satu orator aksi.
Masalah kriminalitas juga turut menjadi sorotan. Mereka menekankan bahwa peredaran narkotika, terutama jenis kreak, semakin mengkhawatirkan dan belum mendapat penanganan maksimal. Hal ini diperparah dengan kondisi Terminal Terboyo yang dinilai tak lagi berfungsi sebagai terminal resmi, namun justru menjadi sarang calo dan aktivitas liar.
Tak ketinggalan, kasus kecelakaan lalu lintas yang sering terjadi di beberapa titik seperti Silayur, Ngaliyan, dan Tanah Putih juga dikritisi sebagai bukti lemahnya pengawasan dan buruknya kualitas infrastruktur jalan. Mahasiswa menilai bahwa permasalahan ini tidak hanya mengancam keselamatan, tetapi juga menjadi bukti kurangnya perhatian terhadap kebutuhan dasar warga.
Dalam pernyataannya, Presiden BEM UNISSULA, Wiu Ghani, mengatakan bahwa Pemerintah Kota Semarang harus lebih serius dan strategis dalam menangani berbagai persoalan ini.
"Semarang harus bisa menyelesaikan masalahnya. Banyak masalah yang belum bisa ditangani, dan penanganan tiap tahunannya belum menemukan solusi," tegas Wiu Ghani dalam wawancara di sela-sela aksi.
Aksi yang berlangsung dengan tertib dan kondusif ini menjadi salah satu bentuk kontrol sosial dari mahasiswa terhadap kebijakan dan kinerja pemerintah daerah. Para peserta berharap aspirasi mereka didengar dan ditindaklanjuti dengan kebijakan nyata, bukan sekadar janji di atas kertas.
Sebagai penutup aksi, mahasiswa membacakan pernyataan sikap kolektif dan menyerahkannya kepada perwakilan Balaikota Semarang sebagai simbol bahwa suara mereka bukan sekadar teriakan, tetapi suara rakyat yang menuntut perubahan.